Ad Code

Responsive Advertisement

Mengenal Sosok Pencetus Teori Fungsionalisme Struktural

ROBERT K. MERTON

Dalam membangun teori sosialnya, Merton banyak tertarik terhadap keadaan struktur sosial dan fungsi sosial sebagaimana organisme kehidupan. Penjelasan teori fungsional ini sebagaimana dinyatakan oleh Durkheim dan Spancer, dia melihat bahwa masyarakat merupakan suatu bangunan yang tersusun dan berbagai subsistem yang antara satu dengan yang lainnya saling berkaitan dan mendukung. Maka teori yang dihasilkannya disebut sebagai teori struktural fungsional. Teori fungsionalisme merton juga terpengaruh pada teori positivistis, sebab yang dikaji adalah fakta objektif dari kehidupan masyarakat.  Menurut Merton dalam melihat fungsi sosial yang dikaji adalah hal-hal yang observable. Unit dasar suatu teori positivistis ini adalah mengenai konsep sosiologis yang memberikan dasar bagi pengujian empiris. Emile Durkheim menyebut konsep tersebut sebagai fakta sosial. Fakta sosial merupakan konsep yang memiliki realitas empiris yang berada di luar individu. Mengingat bahwa teori fungsionalisme merton juga terpengaruh fakta sosial Durkheim. Hal ini terlihat dari anggapan bahwa struktur sosial bersifat mengekang dan mempengaruhi perilaku individu.

Hal yang membedakan teori Merton dan Parsons adalah, Merton lebih tertarik mengembangkan teori-teori yang bersifat umum. Merton membangun sebuah teori yang disebutnya sebagai “teori taraf menengah”. Dalam pandangan Merton, teori-teori taraf menengah ini akan bisa menjadi sebuah teori yang bersifat umum. Dalam usaha untuk membangun sebuah teori taraf menengah ini, ia berpegang pada karya-karya tokoh sosiologi klasik seperti Emile Durkheim dan Max Weber. Dua contoh klasik dari teori-teori taraf menengah ini adalah Suicidedari Durkheim dan The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism dan birokrasi dari Weber. Dalam konteks sosiologi klasik, pengaruh fungsionalisme banyak ditemukan pada pemikiran Emile Durkheim yang menegaskan bahwa sosiologi harus memiliki sifat empiris. Dengan demikian, bisa dilihat karya-karya Merton yang tidak menawarkan teori-teori baru, tetapi lebih menekankan pada upaya untuk melakukan uji empiris.

Karya klasik SuicideDurkheim merupakan contoh dari teori taraf menengah Merton. Dalam karyanya tersebut, bahwa asumsi dasarnya adalah integrasi yang terlalu kuat atau yang terlalu rendah tidak terlalu baik untuk masyarakat. Masyarakat yang ditandai terlalu banyak atau terlalu sedikit integrasi akan memperoleh tingkat bunuh diri yang tinggi dan juga ikatan yang terlalu kuat terhadap kehidupan kolektif bisa menyebabkan bunuh diri. Untuk menunjukkan pendekatan Durkheim dan menjelaskan apa yang dimaksud dengan teori taraf menengah, Merton merumuskan argumentasi Durkheim, yaitu solidaritas memberikan dukungan bagi anggota kelompok yanng mengalami tekanan yang hebat, bunuh diri berfungsi untuk membebaskan seseorang dari perasaan tertekan, dan orang Katolik mempunyai solidaritas yang kuat daripada orang Protestan sehingga tingkat bunuh diri orang Katolik lebih rendah.

Minatnya yang sangat besar untuk mengembangkan teori-teori sosial khususnya struktur sosial dan perubahan budaya telah membantunya untuk memahami organisasi sosial dalam masyarakat.

Sementara itu, pengaruh Max Weber terliaht jelas dalam dua hal. Pertama, Merton membahas tentang hubungan antara Protestanisme dan perkembangan ilmu, yang dalam banyak hal sama dengan karya klasik Weber yang menunjukkan korelasi antara etika Protestan dan perkembangan Kapitalisme. Beberapa elemen etika Protestan terkandung di dalam dunia kegiatan keilmuan dan sangat berpengaruh pada sikap-sikap para ilmuwan terhadap pekerjaan mereka. Kedua, ketika membahas mengenai birokrasi. Merton menyatakan bahwa birokrasi memiliki ciri-ciri, yaitu birokrasi merupakan struktur sosial yang terorganisir secara rasional, meliputi suatu pola kegiatan yang memiliki batas yang jelas, berhubungna dengan tujuan organisasi, jabatan dalam organisasi diintegrasikan ke dalam keseluruhan struktur birokratis, status dalam birokrasi tersusun hierarkis, kewajiban dan hak dalam birokrasi dibatasi aturan terbatas, otoritas pada jabatan dan hubungan antar orang dibatasi secara formal.

Merton tidak berhenti hanya pada pembahasan tentang struktur, tetapi dia juga menekankan pada kepribadian sebagai produk organisasi struktur tersebut. Dalam struktur birokrasi, memberikan tekanan terhadap individu sehingga mereka menjadi “disiplin”. Tekanan ini menjurus pada kepatuhan yang secara berlebihan tanpa mempertimbangkan fungsi dan tujuan dalam birokrasi tersebut. Hal ini bisa menjurus pada konflik. Pengaruh struktur terhadap perilaku individu inilah yang juga termasuk dalam kajian Merton. Disini dia juga berusaha untuk menunujukkan bahwa sejumlah struktur sosial memberikan tekanan yang jelas terhadap orang-orang tertentu di dalam masyarakat tersebut, sehingga mereka lebih menunjukkan kelakuan non konformis.

Sumbangan penting dari Merton lainnya adalah analisa mengenai hubungan antara kultur, struktur dan anomie. Dia mengembangkan konsep anomie dengan melihat dulu apa yang disebutnya lingkungan penting individu yang terdiri dari struktur kebudayaan (kultur) dan struktur sosial. Kultur merupakan seperangkat nilai normatif yang menentukan perilaku bersama anggota masyarakat dan struktur adalah seperangkat hubungan sosial dengan berbagai cara melibatkan anggota masyarakat. Jika ada ketidaksesuaian antara norma kebudayaan dengan kapasitas yang terstruktur secara sosial untuk bertindak sesuai dengan nilai kulturnya, maka disitulah akan terjadi anomie. Merton menghubungkan anomie dengan penyimpangan, dimana ada kesenjangan antara kebudayaan dan struktur yang mengarah pada  dalam masyarakat.

Fungsionalis struktural pada awalnya atau yang dikemukakan oleh Parsons hanya memusatkan perhatian pada semua institusi adalah baik atau berfungsi secara baik terhadap masyarakat. Merton sendiri tidak sependapat dengan Parsons dalam hal tersebut. Sebaliknya, dia melihat bahwa ada suatu faktor sosial yang mempunyai akibat negatif atau dia mengatakan ada hal-hal yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Hal yang tidak berfungsi itu disebutnya dengan disfungsi. Sebagaimana struktur atau institusi dapat menyumbang pemeliharaan bagian-bagian lain dari sistem sosial, struktur, atau institusi pun dapat menimbulkan akibat negatif terhadap sistem sosial. Konsep Merton tentang disfungsi meliputi dua pikiran yang berbeda tetapi saling berkaitan dan melengkapi. Pertama,sesuatu bisa saja mempunyai akibat yang secara umum tidak berfungsi. Kedua,akibat-akibat ini mungkin saja berbeda menurut kepentingan orang-orang yang terlibat. Artinya, bahwa suatu institusi secara umum berfungsi untuk kelompok orang tertentu, dan tidak berfungsi untuk kelompok orang yang lain.

Merton pun mengemukakan gagasan tentang nonfungsi, yang ia definisikan sebagai konsekuensi yang tidak relevan bagi sebuah sistem. Termasuk di dalamnya adalah bentuk-bentuk sosial yang masih bertahan sejak dahulu. Meskipun bentuk-bentuk sosial tersebut mungkin mengandung konsekuensi negatif atau positif di masa lalu, tidak ada efek signifikan yang diberikan pada masyarakat yang sekarang atau masyarakat masa kini. Apakah sebuah fungsi positif lebih penting daripada disfungsi atau pun sebaliknya, Merton mengembangkan sebuah konsep yang disebutnya sebagai “keseimbangan bersih” atau net balance. Sebuah fungsi positif maupun disfungsi tidak dapat dijumlahkan atau tidak akan pernah mampu ditentukan mana yang lebih penting dari yang lainnya, karena sangat kompleks dan banyak penilaian yang melandasi sehingga tidak mudah diperhitungkan.untuk menentukan sesuatu itu fungsional bagi orang tertentu dan tidak fungsional bagi yang lainnya, merton mengembangkan sebuah gagasan tentang level analisis fungsional. Merton menjelaskan bahwa analisis dapat juga dilakukan terhadap organisasi, institusi, maupun kelompok. Dengan memusatkan perhatian pada tingkat yang lebih khusus seperti itu akan dapat membantu menganalisis fungsionalitas dalam suatu masyarakat.

Merton memulai analisis funngsionalnya dengan menunjukkan perkataan yang tidak tepat serta beberapa asumsi atau postulat kabur yang terkandung dalam teori fungsionalisme. Model Merton mencoba membuat batasan beberapa konsep analistis dasar bagi analisa fungsional dan menjelaskan beberapa ketidakpastian arti yang terkandung dalam postulat-postulat kaum fungsionalis. Merton mengutip tiga postulat dalam analisa fungsional dan kemudian disempurnakan. Ada beberapa postulat yang diangkat oleh Merton. Pertama, kesatuan fungsional masyarakat yang dapat dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari sistem sosial bekerjasama dalam suatu tingkat keselarasan yang memadai, tanpa menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Disini Merton menegaskan bahwa kesatuan fungsional yang sempurna dari masyarakat justru bertentangan dengan fakta. Kedua, dinyatakan bahwa semua bentuk dan struktur sosial kultural memiliki fungsi positif. Merton berpendapat bahwa ini bertentangan dengan yang ditemukan di dunia nyata. Jelas bahwa, tidak semua struktur, adat istiadat, gagasan, dan lain sebagainya memiliki fungsi positif. Ketiga, argumenya adalah seluruh aspek dalam masyarakat tidak hanya memiliki fungsi positif tetapi juga merepresentasikan bagian-bagian tidak terpisahkan dalam kegiatan sistem sebagai keseluruhan. Kritik Merton adalah, bahwa paling tidak harus mengakui bahwa ada berbagai alternatif struktural fungsional di dalam masyarakat. Dengan kata lain, suatu sistem yang fungsional dapat diganti oleh unsur lain, akan tetapi kebutuhan fungsional tersebut masih bisa terpenuhi.

Dalam menyatakan kritikannya terhadap tiga postulat itu, Merton menyatakan bahwa suatu kelompok fungsional terhadap kelompok tertentu, akan tetapi juga disfungsional bagi kelompok lainnya. Oleh karena itu, di dalam melihat sebuah kelompok dan fungsi di dalamnya perlu dilihat dari segi positif dan segi negatifnya. Atau dengan kata lain bahwa, tidak hanya melihat dari segi integratifnya saja, tetapi juga harus melihat elemen disintegratif di dalam suatu kelompok. Dengan demikian, sulit terjadi integrasi masyarakat yang benar-benar tuntas. Selain sulit terjadi integrasi secara tuntas dalam masyarakat, ada disfungsi maupun konsekuensi fungsional yang positif dari suatu elemen kultural dan ada kemungkinan alternatif fungsional yang harus diperhitungkan dan dipertimbangkan dalam setiap analisa fungsional.

Merton masih mempunyai masalah lain dalam fungsionalisme, khusunya dalam kesimpangsiuran antara “motivasi-motivasi yang disadari” dan “konsekuensi-konsekuensi obyektif”. Konsekuensi tersebut bisa berupa konsekuensi manifes atau laten. Pembedaan yang dibuat Merton tentang fungsi manifes dan fungsi laten memperjelas analisa fungsional dan mengimbangi teori fungsionalisme Parsons. Fungsi manifes adalah konsekuensi-konsekuensi atau akibat yang orang harapkan dari suatu tindakan sosial. Sedangkan fungsi laten adalah konsekuensi atau akibat yang tidak diharapkan. Menurut Merton, analisa fungsional memusatkan perhatian pada konsekuensi-konsekuensi obyektif dari pola tindakan, yaitu apakah konsekuensi-konsekuensi itu dimaksudkan dengan sadar atau tidak. Konsekuensi itu dinilai menurut apakah fungsional, disfungsional, atau nonfungsional untuk berbagai sistem dimana konsekuensi itu berada.

Merton juga menganalisis status dan peran. Merton mengembangkan analisa tersebut dengan pemikiran bahwa setiap status bukan hanya memiliki satu peran tapi memiliki beberapa peran. Dia menamakan peran-peran itu dengan perangkat peran (role set).  Merton menganalisa mekanisme sosial yang mengintegrasikan peran-peran yang banyak itu sehingga tidak terjadi konflik. Sebagai seorang fungsionalis, Merton melihat role set sebagai sistem yang terdiri dari bagian-bagian yang saling bergantung dan mencari tahu bagaimana keteraturan antara bagian itu bisa dipertahankan.

Merton dikenal sebagai salah seorang pakar aliran fungsionalisme, karena kemampuannya dalam memodifikasi terhadap pendekatan fungsionalisme sebelumnya. Ia juga menekankan pada pembedaan antara fungsi dan disfungsi yang memungkinkan melakukan telaah terhadap perubahan sosial yang ada di masyarakat. Demikian juga dengan pembedaan fungsi manifes dan laten, yang memungkinkan penelitian terhadap lembaga sosial. Oleh karena itu, teori Merton lebih cenderung dalam kajian strukturalisme.

 

Sumber : Jurnal UNS

The post Mengenal Sosok Pencetus Teori Fungsionalisme Struktural appeared first on Halo Dunia.



from Halo Dunia http://ift.tt/2evYjtS
via IFTTT

Post a Comment

0 Comments

Close Menu